Orencakra - Melihat permusuhan The Jak – Viking, seperti sebuah sandiwara.
Kenapa Sandiwara ? Bayangkan saja anak-anak kecil yang tidak mengerti
akan arti permusuhan dijejali dengan kekerasan kata-kata dalam berbagai
bentuk seperti kaos yang menghina, tulisan yang menghina dan ucapan yang
menghina. Hal ini tidak ubahnya seperti bayi yang baru lahir dan
dikumandagkan azan oleh kedua orang tuanya agar kelak sang anak menjadi
anak yang sholeh. Namun dalam pertikaian ini malah sebaliknya adik-adik
kita tumbuh dan berkembang menjadi supporter yang akrab dengan kata
“anjing” dan “bunuh”, sungguh memprihatikan.
Bila
melihat permusuhan ini cukup aneh, karena justru yang banyak terlibat
adalah generasi-generasi kesiangan. Ya karena pada umumnya mereka tidak
mengetahui history atau awal mula dari permusuhan ini. Mereka hanya
dijejali doktrininisasi oleh senior atau pendahulu mereka yang hanya
terbelunggu masa lalu. Hal ini dapat kita buktinya dengan kevaliditasnya
pengetahuan mereka tentang pertikaian ini.
Hal
ini bisa kita check dengan mengajukan beberapa pertanyaan seperti “ Tau
ga kalau The Jak – Viking pernah pernah sama-sama menonton Persija –
Persib di lebak Bulus?” “ Tau ga awal mula pertikaian ini?” “Tau gak
kalau dulu Viking – the jak pernah sama-sama mengajukan perdamaian, jauh
sebelum kalian nonton di stadion?” Saya yakin ketika
pertanyaan-pertanyaan itu dijawab hanya ada satu kalimat “ga tau, yang
gw tau dia musuh yang harus dibantai”
Lebih
memprihatinkan lagi mereka yang terjebak dalam permusuhan ini seperti
pemain tinju ,khususnya mereka yang tidak berada di wilayah Bandung dan
Jakarta. Kenapa ? karena mereka bertarung karena teriakan-teriakan
penonton di luar ring. Haruskah kita mendidik generasi penerus kita
dengan watak pemburu yang haus darah ? Bila hal itu terjadi , nampaknya
generasi penerus kita terus menjadi “korban salah asuh”.
Dalam
sebuah pertikaian memang selalu ada pihak yang merasa benar dan
teraniyaya. Perasaan itu biasanya diungkapkan kepada teman atau sahabat
di sekeliling kita. Namun sadarkah kalau terkadang cerita kita banyak
membuat orang salah arah? Ironinya itulah yang terjadi dalam pertikaian
ini. Misalnya saja cerita tentang “hadiah kuis siapa berani yang
dirampok”? Apakah itu benar ? karena dalam setiap kuis ataupun undian
berhadiah di TV, hadiah tidak langsung dibawa oleh pemenang. Kemudian
cerita bahwa semua pendukung Persib ingin permusuhan ini dilestarikan?
Apakah itu benar? Tidak juga, buktinya salah satu kelompok supporter
Persib pernah menginjakkan kaki di Lebak Bulus saat Piala Bang Yos yaitu
Bomber.
Lalu siapa yang salah dalam
menyebarkan cerita-cerita di atas sehingga permusuhan ini seaakan abadi ?
Ada dua jawabannya pertama adalah orang-orang yang masih terbawa masa
lalu dan bercerita dengan keegoisan dan kedua adalah cerita-cerita dari
media yang tidak sesuai fakta. Artinya ada kesalahan atau pembelokan
sejarah dalam pertikaian ini yang membuat situasi semakin tidak
terkendali.
Mungkin banyak yang berkata munafik
kepada Saya akan tulisan Saya di atas yang seakan-akan mengarahlan
pembaca untuk berdamai. Tetapi ketika pertikaian ini sudah diluar batas
kemanusiaan dan berada jauh di luar koridor kita sebagai supporter, maka
saya ingin mengungkapkan “hentikan permusuhan yang tidak manusiawi
ini”. Silahkan teman-teman mengartikan kalimat tersebut dalam penafsiran
masing-masing (Adji-JO)
“Orange sejati tidak selalu ada saat musuh berada, tetapi orange sejati selalu ada saat Persija Berlaga"
Posting Komentar